MAHASISWA MAGISTER TEKNIK PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KOTA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2007

Senin, 07 Juli 2008

Analisis Faktor

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perpustakaan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Pentingnya peran perpustakaan dalam lembaga pendidikan dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang pendidikan nasional yang berisi kewajiban setiap sekolah (termasuk perguruan tinggi) memiliki perpustakaan.
Soejono Trimo (1992:86) menyatakan bahwa sukses atau tidaknya layanan perpustakaan banyak tergantung pada tiga faktor yang secara sepintas lalu dapat dipersentasekan sebagai berikut: 5 persen adalah dari fasilitas dan perlengkapan gedung perpustakaan, 20 persen dari koleksi bahan-bahan yang ada; dan 75 persen berasal dari staf perpustakaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi kunjungan dan pemakaian bahan pustaka adalah minat baca mahasiswa sendiri (Agus Dwi Kuncoro, 1995).
B. Identifikasi Masalah
1. Peningkatan sarana dan prasarana perpustakaan sebagaimana saran penelitian-penelitian sebelumnya guna peningkatan penggunaan bahan pustaka perpustakaan tidak dapat dilakukan sepenuhnya karena keterbatasan dana yang dimiliki.
2. Belum pernah dilakukan penelitian tentang peran pustakawan dan dosen terhadap pemakaian bahan pustaka perpustakaan oleh mahasiswa di STIS.
C. Tujuan
1. Mendeskripsikan persepsi mahasiswa terhadap kemampuan pustakawan, tugas dan motivasi dari dosen, dan kelengkapan koleksi perpustakaan.
2. Membentuk faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pemakaian bahan pustaka perpustakaan oleh mahasiswa.
3. Mengelompokkan mahasiswa berdasarkan pemakaian bahan pustaka perpustakaan, tugas dan motivasi dosen, dan kepemilikan/penguasaan buku referensi.
D. Kerangka Pikir
Kerangka pikir makalah ini seperti berikut dibawah ini:




BAB II
KERANGKA TEORI

Perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakan yang terdapat pada perguruan tinggi, badan bawahannya maupun lembaga yang berafiliasi dengan perguruan tinggi, dengan tujuan utama membantu perguruan tinggi mencapai tujuannya (Sulystio Basuki, 1991:51). Ditinjau dari segi jasa perpustakaan, perpustakaan perguruan tinggi memiliki ciri khas yaitu adanya hubungan segitiga antara pustakawan, mahasiswa, dan dosen. Hubungan segitiga ini menunjukkan bahwa mahasiswa maupun dosen berhubungan langsung dengan pustakawan dalam hal mencari informasi dan penelusuran informasi (Sulystio Basuki, 1991:51).
Gambar 2. Hubungan Pustakawan, Mahasiswa, dan Dosen di Perguruan Tinggi


A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Bahan Pustaka Perpustakaan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan pemakai yaitu mutu dan jumlah koleksi, cara pelayanan, tenaga pengelola, dan fasilitas fisik lainnya (Busha dan Harter, 1980: 256). Lancaster (1977:2) juga menyatakan bahwa kepuasan pemakai dipengaruhi ukuran dan kualitas layanan informasi atau koleksi perpustakaan, cara pengoganisasian koleksi, adanya alat-alat bantu temu kembali untuk akses ke koleksi, serta kemauan dan kemampuan staf untuk mengupayakan sumber daya perpustakaan. Harsono (1996) menyatakan bahwa beberapa kendala yang sangat mendasar dalam masalah penyelenggaraan perpustakaan sekolah: pustakawan, ruang perpustakaan, terbatasnya koleksi, dan minat baca.

1. Pustakawan
Petugas perpustakaan yang profesional selain memiliki pengetahuan luas dan menunjang dalam pelaksanaan tugas juga harus memiliki aspek kepribadian dan perilaku yang terpuji.
a) Aspek profesional meliputi: nonkeahlian, keahlian dasar, madya, spesialis, dan pakar (Perpusnas RI, 1991)
b) Aspek kepribadian dan perilaku terpuji meliputi kerajinan, kerapian, kebersihan, kedisiplinan, dan ketepatan janji (Bandono, 1996: 19-20).
Sesuai dengan kondisi perpustakaan STIS dalam penelitian ini kemampuan pustakawanan disederhanakan menjadi nonkeahlian, keahlian dasar, dan keahlian madya.
2. Koleksi perpustakaan
Orang datang ke perpustakaan bertujuan untuk mencari bahan pustaka atau koleksi yang ada di perpustakaan. Ketersediaan koleksi yang sesuai dengan permintaan pemakai menimbulkan kepuasan dan memudahkan perpustakaan dalam melakukan aktivitas-aktivitas selanjutnya.
3. Minat Baca
Terkait dengan minat baca, Munandar (1978) dalam penelitiannya menemukan bahwa kebiasaan atau minat baca siswa pada umumnya kurang. Membaca lebih ditujukan untuk mengisi waktu luang dengan membaca bacaan ringan yang bersifat hiburan. Demikian halnya dengan mahasiswa seperti yang diungkapkan Agus Dwi Waluyo (1995:9) yang menyatakan bahwa untuk memacu minat baca mahasiswa ada baiknya para dosen mewajibkan untuk membaca beberapa literatur untuk mendukung satu mata kuliah tertentu.

B. Alat Analisis
1. Analisis Faktor
Analisis faktor merupakan salah satu teknik untuk menyederhanakan deskripsi dari suatu set data (peubah) yang banyak dan saling berkorelasi menjadi set data lain yang ringkas dan tidak saling berkorelasi.
Dalam hal menganalisis sejumlah peubah akan dianalisis interkorelasi antar peubah untuk menetapkan apakah keragaman yang tampak dalam peubah berasal atau berdasarkan sejumlah faktor dasar yang jumlahnya lebih sedikit dari keragaman yang terdapat pada peubah-peubahnya. Jadi analisis faktor mempunyai ciri khusus yaitu mampu untuk mengurai data. Jika terdapat korelasi dari suatu set data maka analisis faktor akan memperlihatkan beberapa pola yang mendasari sehingga data yang ada dapat dirancang atau dikurangi menjadi set faktor atau komponen yang lebih kecil.
Persamaan linier dalam analisis faktor memiliki bentuk umum yang sedikit berbeda dari analisis komponen utama. Persamaan linier dalam analisis faktor mempertimbangkan ‘error’ yang akan terjadi dalam penentuan besarnya keragaman yang dapat diterangkan oleh factor yang terbentuk. Analisis faktor terdiri dari m-peubah asal yang digambarkan oleh vektor pengamatan acak nilai z berdasarkan rumusan Ho dan H1, disimpulkan semakin kecil nilai z hasil perhitungan semakin jelas perbedaan antara harapan dan evalulasi.
Tujuan dari analisis faktor antara lain:
a. Data summarization, yakni mengindentifikasikan adanya hubungan antar peubah dengan melakukan uji korelasi. Jika korelasi dilakukan antar peubah (dalam pengertian SPPS adalah ‘kolom’), analisis tersebut dinamakan R Faktor Analysis.
b. Data reduction, yakni setelah melakukan korelasi, dilakukan proses membuat sebuah peubah set baru yang dinamakan faktor untuk menggantikan sejumlah peubah tertentu.
Analisis faktor dikerjakan untuk memperoleh sejumlah kecil faktor yang mempunyai sifat-sifat :
a. Mampu menerangkan keragaman data secara maksimal.
b. Terdapatnya kebebasan faktor.
c. Tiap faktor dapat dijelaskan dengan sejelas-jelasnya.
Model ortogonal dari analisis faktor dengan m faktor bersama adalah:
Xpx1 = μpx1 + Lpxm Fmx1 + εpx1 (10)
dimana:
X = vektor peubah asal
μ = vektor rata-rata peubah asal
L = matrik penimbang
F = vektor faktor bersama
ε = vektor faktor spesifik
Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi adalah:
a. E(F) = 0mx1
b. Cov(F) = E(FF’)=Imxm , E (ε) = 0px1
c. Cov(ε) = E(ε.ε’) = ψpxp
d. Cov(εF’) = E(εF’) = 0p x m, sehingga F dan ε independent (bebas)
Model (X-μ) = LF + ε adalah linier dalam faktor bersama. Bagian dari var(Xi) yang dapat diterangkan oleh m faktor bersama disebut communality ke-i. Sedangkan bagian dari Var(Xi) karena faktor spesifik disebut uniqueness atau keragaman spesifik ke-i. Secara umum, keragaman model dituliskan sebagai berikut:
α ii = li + li2 + + li2m +ψ i = hi2 +ψ i

dimana:
hi2 = communality ke-i
ψi = keragaman spesifik ke-i

Untuk mempermudah interpretasi dari hasil analisis maka diperlukan suatu rotasi sampai mendapatkan struktur yang lebih sederhana. Rotasi faktor merupakan suatu transformasi ortogonal dari faktor penimbang. Jika L adalah matrik faktor penimbang awal berordo p x m, maka matrik faktor penimbang yang telah dirotasikan adalah:
L* = LT, dimana TT’ = T’T = 1
Dari perumusan di atas terlihat jelas bahwa rotasi merupakan suatu upaya menghasilkan faktor penimbang baru yang lebih mudah untuk diinterpretasikan dengan cara mengalikan faktor penimbang awal dengan suatu matrik transformasi yang bersifat ortogonal. Meskipun telah mengalami rotasi, matrik kokeragaman (korelasi) tidak berubah karena: LL’ + ψ = LTT’L’ + ψ = L*L*’ + ψ, selanjutnya keragaman spesifik ψi, dan tentunya communality hi juga tidak berubah. Dalam hal ini untuk merotasi faktor dapat dilakukan dengan rotasi tegak lurus dan rotasi miring. Perbedaan kedua rotasi tersebut adalah pada sudut yang dibuat masing-masing faktor; pada rotasi tegak lurus selalu 90 derajat sedangkan pada rotasi miring sering tidak 90 derajat. Rotasi varimax merupakan rotasi tegak lurus. Dimana menurut Kaiser (1958) sebagai penemu dari rotasi varimax, bertujuan untuk meningkatkan daya interpretasi dari faktor-faktor yang didapatkan.

2. Analisis Klaster
Subash Sharma (1996), mendefinisikan analisis cluster adalah cara untuk menyatukan objek ke dalam kelompok atau grup dengan alasan bahwa setiap kelompok homogen mempunyai sifat yang sama atau setiap kelompok berbeda dari kelompok lain, pendefinisian kesamaan atau homogenitas kelompok yang ada sangat bergantung kepada tujuan studi atau penelitian.
Analisis klaster bertujuan untuk mengelompokkan unit-unit observasi ke dalam beberapa klaster (kelompok) dimana setiap unit observasi dalam satu kelompok akan mempunyai ciri yang relative sama sedangkan antar kelompok unit observasi memiliki sifat yang berbeda. Manfaat dari analisis klaster adalah untuk eksplorasi data, reduksi data, stratifikasi dan peramalan.
Sebelum melakukan pengelompokkan terlebih dulu ditentukan jarak kemiripan (similarity) antar unit observasi. Penentuan ukuran unit observasi ini meliputi ukuran keragaman dalam kelompok yang terbentuk dalam ukuran keragaman antar kelompok. Ukuran keragaman dalam kelompok relatif lebih kecil daripada keragaman antar kelompok. Berdasarkan uraian yang ada di atas kita dapat menyimpulkan bahwa penghitungan ukuruan kemiripan atau jarak diantara dua unit observasi secara berurutan merupakan suatu hal yang penting dalam penggunaan teknik analisis klaster.
Di dalam penelitian ini, ukuran kemiripan yang digunakan adalah jarak Euclidus. Jarak ini cukup fleksibel untuk dilakukan modifikasi dalam mengatasi kelemahan data, misalnya kelemahan karena unit pengukuran dan atau skala pengukuran yang berbeda bisa diperbaiki dengan melakukan transformasi baku (Z).
Metode analisis cluster yang populer adalah hierarchical method dan non hierarchical method atau positioning method. Dalam metode hirarki pembagian kelompok dilakukan berdasarkan hirarki yang ada sehingga jumlah kelompok data yang terbentuk sangat bergantung pada karakteristik data, sedangakan pada metode pemisahan berlawanan dengan metode hirarki yaitu jumlah kelompok ditentukan dahulu baru kemudian data dibagi sesuai dengan jumlah kelompok yang telah ditetapkan.
Metode pengelompokan secara hirarkis dimana secara umum metode ini dibedakan menjadi dua yaitu metode aglomeratif dan metode devisif. Meode aglomeratif berlangsung dengan menyusun satu seri penggabungan n objek dalam kelompok. kelompok, hasil akhirnya semua obyek tergabung menjadi satu cluster. Sedangkan metode devisif berlangsung dengan membagi n objek dalam beberapa clusternya sendiri.
Dalam metode aglomeratif, langkah pertama, objek membentuk cluster sendiri, langkah kedua, dua objek yang saling berdekatan bergabung, langkah ketiga, objek baru bergabung dengan cluster yanbg berisi dua objek tadi atau dua objek lain membentuk cluster baru dan seterusnya. Ada empat kriteria penugasan dalam metode aglomeratif, yaitu:
1. Metode Single Lingkage
Metode ini lebih dikenal dengan metode hubungan atau nearst neighbor. Dalam metode hiraraki tunggal (Single Lingkage) atau metode tetangga terdekat pelasanaannya didasarkan pada perhitungan jarak terpendek. Kedua objek ini akan membentuk kelompok pertama. Pada tahap selanjutnya satu atau dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu pertama apakah objek ketiga akan bergabung pada kelompok yang telah terbentuk atau kedua objek ketiga ini akan bergabung dengan objek lainnya membentuk kelompok kedua. Pembentukan kelompok tergantung apakah jarak dari objek kekelompok pertama lebih dekat dibandingkan dengan jarak objek tersebut dengan objek lainnya yang belum terkelompok. Proses ini berlangsung terus sampai semua objek menjadi satu.



2. Metode Complete Linkage
Metode ini juga disebut sebagai metode Furtherst neighbor atau diameter method. Metode ini kebalikan dari metode Single Lingkage dimana jarak antar cluster ditentukan sebagai jarak terjauh.
3. Metode Average Lingkage
Metode Average Lingkage merupakan variasi dari algoritma single lingkage dan complete lingkage. Algoritma yang dipakai sama dengan kedua metode tersebut kecuali pehitungan jarak yang dipakai, yaitu bahwa jarak antar cluster-cluster didefinisikan sebagai jarak rata-rata antara seluruh pasangan objek yang akan digabungkan.
4. Metode Ward.s Error Sum Of Square
Metode ini membentuk cluster berdasarkan jumlah total kuadrad deviasi tiap pengamatan dari rata-rata cluster yang menjadi anggotanya. Dalam hal ini nilai Error Sum Of Square merupakan fungsi objektif pada saat melakukan penggabungan.
Pelaksanaan analisis cluster ini dipilah menjadi tiga tahapan utama, yaitu :
1. Tahap Pembagian
Partitioning atau pembagian adalah proses untuk menentukan apa dan bagaimana cluster di kembangkan dengan mempertimbangkan : variable apakah yang digunakan untuk proses komputasi .kemiripan. objek, bagaimana kemiripan antar objek akan diukur, prosedur apa yang akan digunakan untuk menempatkan onjek yang mirip dalam cluster dan beberapa cluster yang
diinginkan.
2. Tahap Interpretasi
Tahap ini menyangkut memeriksa .statement. berkaitan dengan cluster yang dikembangkan, dengan tujuan memberi label pada cluster dengan akurat. Misalnya, apa yang disebut dengan light beer dan regular beer. Untuk itu, dikembangkan skala optionnya akan menjelaskan kedua istilah tersebut. Proses interpretasi biasanya memakai teknik centroid. Dalam hal ini, bila cluster dibentuk berdasarkan data mentah maka hasil akan berbentuk deskripsi logis. Dan bila data berbentuk komponen faktor maka analisis akan balik melihat data mentah dari variable asli. Kemudian mengkomputasi profil rata-rata dari data itu. Penggunaan profil modal juga bisa bila ingin mengetahui keragaman within cluster.
3. Tahap Validasi dan Profiling
Tahap validasi menyangkut usaha analisis untuk mendapat keyakinan bahwa solusi cluster representatif terhadap populasi (mewakili semua objek), dan karenanya stabil sepanjang waktu. Caranya adalah dengan menganalisis cluster pada sample terpisah, membandingkan solusi cluster dan mencocokkan hasilnya. Atau dengan cara yang lebih praktis dapat juga dilakukan dengan memilah sample menjadi dua kelompok, masing-masing dianalisis dan hasilnya dibandingkan. Tahap profiling adalah menggambarkan karakter tiap cluster dengan maksud menjelaskan bagaimana mereka berbeda pada dimensi relevan dengan membandingkan skor rata-rata dari profil cluster. Variable tergantung yang katagorik yang pertama akan mengidentifikasi cluster. Sedangkan variable tak bebas berbentuk demografik, psikografik, dan seterusnya. Dari analisis atas dasar tingkat signifikansi statistik tertentu, analisis dapat menarik kesimpulan. Perbedaan karakteristik antar cluster adalah yang utama karena dapat dipakai untuk memprediksi prilaku anggota cluster.


BAB III
ANALISIS

A. Persepsi mahasiswa Pernah ke Perpustakaan Terhadap Kemampuan Petugas, Tugas dan Motivasi dari Dosen, dan Kelengkapan Koleksi Perpustakaan
A. Tabel 4.8 Mahasiswa pernah ke Perpustakaan Menurut Persepsi Terhadap Kemampuan Petugas, Tugas dan Motivasi dari Dosen, dan Kelengkapan Koleksi Perpustakaan Kerangka Penelitian

Berdasarkan hasil survei didapatkan bahwa persepsi mahasiswa pernah ke perpustakaan terhadap beberapa variabel seperti tersebut di atas mempunyai 2 kecenderungan. Sebagian besar mahasiswa menyatakan nonkeahlian dan keahlian dasar petugas, tugas dan motivasi dari dosen, dan koleksi perpustakaan cukup baik. Terbukti dari jumlah persepsi cukup baik dan sangat baik mencapai 50.00% lebih. Sebaliknya, sebagian besar mahasiswa menyatakan keahlian madya petugas kurang baik. Hal ini dibuktikan oleh besarnya persepsi tidak baik dan sangat tidak baik yang mencapai 50.00% lebih. Persentase selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1 seperti tersebut di atas.
B. Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pemakaian bahan pustaka perpustakaan oleh mahasiswa
1. Analisis komponen utama (AKU)
Guna mengetahui apakah variable yang dipakai dapat dianalisis dengan nalisis faktor dilihat dari nilai KMO (Kaiser-Meiyer-Olkin). Tabel 1 menunjukan nilai sebesar 0,5560 yang berarti variable yang dipakai sudah mencukupi untuk dianalisis faktor. Selain itu, tabel 1 juga menampilkan tingkat signifikansi 0,000. artinya, jika
H0 : Matrik korelasi merupakan matriks identitas
H0 : Matriks korelasi bukan matriks identitas
X 2 obs > X 20,p (p-1)/2
maka H0 ditolak yang berarti matriks korelasi bukan matrik identitas. Dengan demikian variabel yang digunakan dapat dianalisis dengan analisis faktor.
Tabel 1. Uji KMO and Bartlett


Selanjutnya melihat nilai MSA tiap variabel. Terdapat satu variabel: kepemilikan/penguasaan buku referensi yang nilainya dibawah 0,5000. namun demikian, variabel tersebut tdak dihilangkan dari analisis sebagaimana mestinya karena memiliki subtansi permasalahan yang cukup kuat.

Tabel 3. menunjukkan besarnya hubungan faktor-faktor yang terbentuk dengan variabel asal (communalities). Nilai-nilai yang ada menujukkan kemampuan faktor-faktor yang terbentuk dalam menentukan varians perubah asal. Nilai tersebut dimiliki variabel kepemilikan/penggunaan buku referensi sebesar 0,8700 artinya 87,00% varian dari kepemilikan/pengusahaan buku referensi mahasiswa dapat diterangkan oleh faktor-faktor yang dibentuk.
Sedangkan nilai terkecil dimiliki variabel tugas dan motivasi dari dosen sebesar 0,6090 artinya 60,90% varian dari motivasi dari dosen dapat diterangkan oleh faktor-faktor yang terbentuk. Semakin besar nilai communalities semakin baik AKU.
Untuk menentukan banyaknya faktor yang akan dianalisis dilihat dari nilai akar ciri lebih besar 1 dan mampu menerangkan keragaman variabel asal lebih besar sama dengan 60,00%. Table 3 menunjukkan faktor 1,2 dan 3 mempunyai akar ciri lebih besar 1 dan menerangkan keragaman variabel asal mencapai 72,70%. Akar ciri menunjukan kepentingan relatif masing-masing faktor-faktor dalam menghitung variabel yang dianalisis. Faktor 1,2 dan 3 merupakan tiga faktor terbesar dalam menghitung varian variabel asal dengan kata lain ketiga faktor tersebut merupakan kombinasi terbaik untuk meringkas keenam variabel yang dianalisis
Tabel 4. Akar Ciri dan Kemampuan Keragaman Variabel Asal dari Faktor yang Terbentuk


. Analisis faktor
Selanjutnya menentukan variabel-variabel yang dominan pada tiap faktor dengan menggunakan nilai korelasi tiap variabel terhadap ketiga faktor yang terbentuk. Mekanisme rotasi varimax membuat korelasi tiap variabel hanya dominan terhadap satu faktor, hal ini dilakukan dengan membuat korelasi variabel mendekati [1] dan 0 pada tiap faktor sehingga memudahkan dalam interprestasi.
Tabel 5 menunjukan faktor 1 memiliki korelasi kuat dengan variabel kemampuan nonkeahlian, keahlian dasar, dan keahlian madya. Perlu diperhatikan bahwa kemampuan nonkeahlian juga memiliki hubungan kuat dengan faktor 3. untuk memudahkan faktor 1 disebut faktor kemampuan pustakawan. Sesuai dengan permasalahan penelitian, korelasi positif pada variabel pembentuk faktor 1 menunjukkan semakin baik kemampuan pustakawan semakin tinggi pemakaian bahan pustaka perpustakaan oleh mahasiswa.
Tabel 5. Korelasi variabel terhadap faktor


Faktor 2 mempunyai korelasi positif kuat dengan variabel tugas dan motivasi dari dosen dan kelengkapan koleksi perpustakaan. Dengan demikian semakin banyak tugas dan motivasi dari dosen dan semakin lengkap koleksi perpustakaan maka semakin tinggi pemakaian pemakaian bahan pustaka perpustakaan oleh mahasiswa.
Faktor 3 memiliki korelasi positif kuat dengan variabel kemampuan nonkeahlian dan kepemilikan/penguasaan buku referensi. Jika kemampuan nonkeahlian petugas semakin baik dan mahasiswa semakin banyak memiliki/menguasai buku referensi maka pemakaian bahan pustaka perpustakaan semakin tinggi. Interpretasi variabel kepemilikan/penguasaan buku referensi mahasiswa mempunyai pengaruh negatif terhadap pemakaian bahan pustaka perpustakaan karena kebutuhan terhadap buku referensi dapat dipenuhi sendiri. Makalah ini menekankan pada besarnya nilai korelasi dengan tanda positif yang ada pada variabel tersebut.
Besarnya nilai korelasi menunjukkan kepemilikan/penguasaan buku referensi mempunyai pengaruh signifikan terhadap pemakaian bahan pustaka perpustakaan. Artinya, dalam rangka meningkatkan pemakaian bahan pustaka perpustakaan perlu dilakukan penambahan buku-buku referensi yang belum banyak dimiliki mahasiswa.
C. Pengelompokkan mahasiswa berdasarkan tugas dan motivasi dari dosen, kepemilikan/penguasaan buku referensi, dan pemakaian bahan pustaka
Tabel 6. Karakteristik kelompok


Untuk mengelompokkan mahasiswa berdasarkan karakteristik seperti tersebut di atas digunakan analisis klaster. Tabel 6 menunjukkan terdapat perbedaan karakteristik mahasiswa berdasarkan kelompok yang terbentuk. Dibandingkan dua kelompok yang lain, kelompok 1 terdiri dari mahasiswa yang banyak memiliki/menguasai buku referensi dan dosennya paling sering memberikan tugas dan motivasi untuk menggunakan buku referensi. Mereka rata-rata memiliki/menguasai buku referensi sebanyak 5-6 buku. Karena buku yang dimiliki/dikuasai cukup banyak, mereka tidak banyak memakai bahan pustaka perpustakaan baik meminjam maupun membaca di perpustakaan. Mereka rata-rata hanya meminjam 1-2 bahan pustaka dan membaca 3-4 bahan pustaka di perpustakaan setiap bulannya.
Terhadap mahasiswa pada kelompok 1 ini sebaiknya didorong untuk membaca lebih dari satu referensi untuk lebih memahami materi yang diajarkan.
Kelompok 2 merupakan kumpulan mahasiswa dengan kepemilikan/penguasaan buku referensi sedang, tugas dan motivasi dari dosen sedang, dan tingkat pemakaian bahan pustaka tinggi, jauh di atas dua kelompok yang lain. Meeka rata-rata meminjam 6-7 bahan psutaka da membaca 14-15 bahan pustaka di perpustakaan setiap bulannya.
Mahasiswa-mahasiswa yang masuk dalam kelompok 2 harus selalu diberi motivasi untuk mempertahankan semangat membaca yang sudah ada.
Berbeda dengan dua kelompok sebelumnya, kelompok 3 merupakan kumpulan mahasiswa yang sedikit memiliki/menguasai buku referensi, sedikit diberi tugas dan motivasi dari dosen, jarang memakai bahan pustaka perpustakaan baik meminjam maupun membaca di perpustakaan. Mahasiswa dalam kelompok 3 seharusnya diberi motivasi lebih untuk meningkatkan minat membaca dan memanfaatkan perpustakaan.

Perbedaan karakteristik mahasiswa tersebut terjadi pada semua variabel seperti terlihat pada tbael 7. Perbedaan terbesar terutama terjadi pada jumlah rata-rata pembacaan bahan pustaka di perpustakaan, diikuti jumlah rata-rata peminjaman bahan pustaka, tugas-tugas dan motivasi dari dosen, dan perbedaan paling kecil terjadi pada kepemilikan/penguasaan buku referensi.
Berdasarkan tabel 8 diketahui dari 97 siswa pernah ke perpustakaan 33 orang termasuk dalam kelompok 1, 11 orang termasuk dalam kelompok 2, dan 53 orang termasuk dalam kelompok 3. Dari 33 mahasiswa pada kelompok 1, tingkat I sebanyak 45,45 persen dan tingkat III sebanyak 9,09 persen. Sedangkan dari 53 mahasiswa pada kelompok 3, tingkat IV sebanyak 33,96 persen dan tingkat I sebanyak 18,87 persen. Distribusi mahasiswa tiap kelompok selengkapnya dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Mahasiswa Menurut Tingkat dan Kelompok

Jika dilihat per tingkat maka 50,00 lebih mahasiswa tingkat I termasuk dalam kelompok 1 sedangkan 50,00 % lebih mahasiswa tingkat II, III, dan IV termasuk dalam kelompok 3.
Melihat persentase tiap tingkat tersebut, dosen-dosen tingkat III mempunyai tanggung jawab lebih dalam memotivasi mahasiswa guna memakai bahan pustaka perpustakaan, diikuti dosen-dosen tingka II dan IV. Sedangkan, untuk dosen-dosen tingkat I, motivasi didorong untuk membaca lebih dari satu buku referensi guna lebih memahami materi yang diajarkan.
Persepsi responden tersebut sesuai dengan hasil pengamatan lapangan. Tingkat I lebih banyak mendapatkan tugas dari dosen baik tugas kelompok maupun individu dibandingkan tingkat II, III, dan IV. Sebaliknya tingkat III mendapatkan tugas yang paling sedikit.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
1. Persepsi mahasiswa pernah ke perpustakaan terhadap kemampuan pustakawan, tugas dan motivasi dari dosen, dan kelengkapan koleksi perpustakaan secara umum cukup baik kecuali keahlian madya. Sebanyak 50,00 persen lebih mahasiswa menyatakan cukup, baik, dan sangat baik. Sebaliknya, untuk keahlian madya, 50,00 persen lebih mahasiswa menyatakan tidak baik dan sangat tidak baik.
2. Terdapat 3 faktor dominan yang mempengaruhi pemakaian bahan pustaka perpustakaan oleh mahasiswa. Faktor 1 terdiri dari nonkeahlian, keahlian dasar, dan keahlian madya pustakawan. Faktor 2 terdiri dari tugas dan motivasi dari dosen dan kelengkapan koleksi perpustakaan. Faktor 3 terdiri dari nonkeahlian pustakawan dan kepemilikan/penguasaan buku referensi mahasiswa.
3. Faktor 1 lebih dominan daripada faktor 2, faktor 2 lebih dominan daripada faktor 3.
4. Terdapat perbedaan karakteristik diantara 3 kelompok yang dibentuk. Kelompok 1 merupakan kumpulan mahasiswa yang banyak memiliki/menguasai buku referensi, banyak mendapatkan tugas dan motivasi dari dosen, dan sedikit memakai bahan pustaka perpustakaan. Kelompok terdiri dari mahasiswa-mahasiswa yang kepemilikan/penguasaan baku referensinya sedang, tugas dan motivasi dari dosen sedang, dan tingkat pemakaian bahan pustaka perpustakaan tinggi, jauh di atas dua kelompok yang lain. Kelompok 3 merupakan kumpulan mahasiswa yang sedikit memiliki/menguasai buku referensi, sedikit mendapatkan tugas dan motivasi dari dosen, dan jarang memakai bahan pustaka perpustakaan.
5. Dosen-dosen tingkat III mempunyai tanggung jawab lebih dalam memotivasi mahasiswanya guna memakai bahan pustaka perpustakaan, diikuti dosen-dosen tingkat II, dan dosen-dosen tingkat IV. Sedangkan, untuk dosen-dosen tingkat I tugas dan motivasi yang diberikan harus dipertahankan.


B. Saran
1. Perlu dilakukan peningkatan kemampuan pustakawan peningkatan tugas dan motivasi dosen untuk meningkatkan pemakaian bahan pustaka perpustakaan oleh mahasiswa.
2. Peningkatan kemampuan petugas hendaknya dilakukan terhadap petugas-petugas yang berpotensi.


Waos selajenge......

Rabu, 02 Juli 2008

PERENCANAAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN KABUPATEN BANJARNEGARA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam bidang apapun, perencanaan merupakan unsur penting dan strategis sebagai pemandu arah pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang dikehendaki. Perencanaan dibutuhkan karena untuk menghadapi masalah yang komplek, untuk mendapatkan alternatif langkah yang bisa dikembangkan, dan guna mengarahkan ke suatu tujuan yang jelas. Dalam bidang pendidikan, perencanaan merupakan salah satu faktor kunci efektivitas terlaksananya aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan bagi setiap jenjang dan jenis pendidikan pada tingkat nasional maupun lokal. Namun kenyataannya, unsur perencanaan pendidikan masih lebih banyak dijadikan faktor pelengkap, sehingga sering kali tujuan yang telah ditetapkan tidak tercapai secara maksimal. Penyebabnya adalah karena para perencana pendidikan kurang memahami proses dan mekanisme perencanaan dalam konteks yang lebih komprehensif. Selain itu, posisi bidang perencanaan belum merupakan key factor keberadaan suatu lembaga pendidikan, baik pada tingkat makro maupun mikro. Karena itu, sumbangan perencanaan pendidikan terhadap pencapaian visi, misi, dan tujuan lembaga pendidikan belum dirasakan secara optimal.
Otonomi Pendidikan yang diawali dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan dasar hukum untuk membangun pendidikan dengan menerapkan prinsip-prinsip demokrasi, desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 11 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
Untuk mengimplementasikan kebijakan pemerintah maka Pemerintah Kabupaten Banjarnegara mengaplikasikan kebijakan pemerintah tersebut dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2001 tentang Rencana Strategis Kabupaten Banjarnegara Tahun 2001-2006. Dalam renstra tersebut dengan jelas dan tegas menyatakan bahwa pembangunan pendidikan merupakan prioritas pertama dan utama sebagai pondasi pembekalan mencerdaskan masyarakat Banjarnegara yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Banyak faktor yang secara langsung menentukan kesuksesan belajar dan keberhasilan pendidikan. Faktor-faktor ini dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok yaitu:
1. Perangkat keras (hardware) yang meliputi ruang belajar, peralatan praktek, laboratorium, perpustakaan dan sebagainya.
2. Perangkat lunak (software) yang meliputi kurikulum, program pengajaran, manajemen sekolah, sistem pembelajaran dan sebagainya.
3. Perangkat pikir (brainware) yang menyangkut guru, kepala sekolah, anak didik dan orang-orang yang terkait di dalam proses pendidikan itu sendiri.

B. Maksud dan Tujuan
Pembangunan pendidikan dimaksudkan sebagai upaya mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban masyarakat yang bermartabat dengan tujuan sebagai berikut :
1. Terwujudnya proses belajar mengajar yang efektif sehingga meningkatkan kecerdasan peserta didik;
2. Terwujudnya perkembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
3. Terwujudnya peserta didik yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

C. Sasaran
Sasaran yang diinginkan dalam pembangunan pendidikan di kabupaten Banjarnegara yaitu:
1. Penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dengan indicator keberhasilan peningkatan APK sebesar 2,5% per tahun.
2. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasaarana pendidikan
3. Pemenuhan kebutuhan tenaga kependidikan
4. Peningkatan mutu dan profesionalisme guru
5. Peningkatan kesejahteraan tenaga kependidikan

BAB II
KAJIAN TEORI


A. Kebijakan Pendidikan
1. Kebijakan Departemen Pendidikan
Menurut Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009, mengelompokkan tiga tema pokok kebijakan pendidikan, yaitu:
1. Pemerataan dan perluasan akses pendidikan;
2. Peniingkatan mutu, relevansi, dan daya saing keluaran pendidikan; dan
3. Peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pengelolaan pendidikan
2. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Banjarnegara
1. Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2001 tentang Rencana Strategis Kabupaten Banjarnegara Tahun 2001-2006 yang menetapkan “Pembangunan Pendidikan adalah merupakan prioritas utama dan pertama”
2. Keputusan Bupati Banjarnegara Nomor 423/179 Tahun 2007 tentang Pembentukan Tim Koordinasi dan Sekretariat Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 (sembilan) Tahun Kabupaten Banjarnegara.
3. Pembangunan bidang pendidikan:
Agenda : Meningkatkan kesejahteraan Masyarakat
Sasaran : Meningkatkanya Kualitas sumber Daya
Prioritas Pembangunan :
o Meningkatkan mutu dan Akses Pendidikan Usia Dini
o Paningkatan APM, APK
o Pengembangan Sarana/Prasarana Pendidikan
o Penyediaan Sarana Pendidikan
o Peningkatan Kesejahteraan Guru
o Pemberian akses/kemudahan bagi keluarga miskin untuk wajib belajar 9 tahun, beserta optimalisasi pengawasannya

3.Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten Banjarnegara Tahun 2005-2009
o Mengembangkan SDM sedini mungkin secara terarah terpadu dan menyeluruh
o Memperluas dan memeratakan kesempatan memperoleh pendidikan
o Meningkatkan mutu pendidikan melalui penyempurnaan prasarana dan sarana pendidikan
o Meningkatkan budaya baca masyarakat. Meningkatnya kemampuan SDM dalam pengelolaan sumber daya lokal
o Meningkatnya efisiensi penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah
o Memperluas dan memeratakan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi
o Meningkatnya kesejahteraan guru

B. Perencanaan Strategis
Perencanaan menurut Bintoro Tjokroaminoto ialah proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Perencanaan adalah suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi dan apa yang akan dilakukan. Planning [is] an activity that is basically a process: a process of human thougt, and action based upon that thought: nothing more or less than this … (Chadwick : 184). Perencanaan dapat didefinisikan dalam berbagai macam ragam, tergantung perspektif yang digunakan serta latar belakang yang mempengaruhi seseorang untuk mendefinisikannya. Dalam arti seluas-luasnya, perencanaan biasanya dimaknai sebagai proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.
Perencanaan mikro pendidikan ialah perencanaan yang disusun dan disesuaikan dengan kondisi otonomi daerah di bidang pendidikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan mikro secara teknis antara lain (1) kebijakan/ketentuan standar, (2) geografis, (3) demografi, dan (4) infrastruktur. Secara non teknis antara lain (1) aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, (2) sosial ekonomi dan budaya masyarakat, (3) politis, dan (4) keamanan.(Usman:2006). Menurut Sorkin Perencanaan strategis adalah : suatu cara yang sistematik untuk memenej suatu perubahan dan pembaharuan yang terbaik pada masa depan.
Ini adalah sebuah proses untuk menidentifikasi dan mencari tindakan yang terbaik dalam melihat kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.
Langkah-langkah perencanaan strategis :
1. Menyeleksi kunci isu .
Mengamati dan memilih beberapa isu dalam pemecahan masalah
2. Mengumpulkan pernyataan atau tujuan.
Membuat strategi proses pengembangan dengan tujuan umum
3. Menganalisa faktor internal dan ekternal.
4. Menentukan tujuan
5. Menentukan implementasi perencanaan
6. Monitoring, evaluasi dan meneliti kembali
Perencanaan Strategis adalah perencanaan yang menggunakan prioritasi yang disusun dengan mengacu pada berbagai kriteria yang bersifat strategis.
1 Strategis adalah kondisi yang bersifat memiliki nilai lebih dibandingkan dengan situasi dan kondisi di sekitarnya.
2 Prioritasi adalah penyusunan peringkat kepentingan berdasarkan kebutuhan tertentu.
Penetuan sangat pentinhg dalam pelaksanaan penyusunan perencanaan, karena akan mempengaruhi seluruh aspek dari hasil yang akan di wujudkan sesuai dengan visi, misi dan tujuan dari suatu unit organisasi
Dalam perencanaan strategis tidak sekedar bersifat konseptual, tetapi juga praktis. Dengan memahami teori dan langkah-langkah ini, hasil yang dicapai dapat maksimal, sehingga dapat mengurangi disparitas antara realita di lapangan dengan dan hasil analisa dari steakholder.

C. Pendekatan Perencanaan Strategis
Setidaknya ada empat macam pendekatan perencanaan strategis yang dikenal selama ini yaitu perencanaan strategis berbasis isu, perencanaan strategis berbasis penyesuaian, perencanaan strategis berbasis skenario dan perencanaan strategis berbasis organik. Perencanaan strategis berbasis isu memiliki langkah penyusunan yaitu :
1. Analisis SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman)
2. Analisis strategis untuk mengidentifikasi dan memprioritisasi issues
3. Desain strategi untuk mengatasi issues
4. Perumusan visi, misi
5. Perumusan rencana tindak (tujuan, sasaran, kebutuhan sumberdaya, peranan dan tanggung jawab implementasi)
6. Dokumentasikan dalam rencana strategis
7. Pengembangan rencana operasional tahunan
8. Penyusunan anggaran
9. Implementasi program, kegiatan dan anggaran
10. Monitor, review, evaluasi dan pemutakhiran rencana
Perencanaan strategis berbasis penyesuaian memiliki langkah penyusunan :
1. Identifikasi misi, program, sumber daya organisasi
2. Identifikasi keperluan untuk penyesuaian
3. Identifikasi bagaimana penyesuaian perlu dilakukan
4. Akomodasikan ‘penyesuaian’ kedalam rencana strategis


Perencanaan strategis berbasis skenario memiliki langkah penyusunan :
1. Identifikasi perubahan-perubahan eksternal yang diperkirakan terjadi (dengan driving forces análisis/berdasarkan analisis logis)
2. Pengembangan alternatif skenario pengaruh perubahan-perubahan eksternal terhadap organisasi (skenario baik, buruk, netral)
3. Identifikasi apa yang dapat dilakukan oleh organisasi untuk merespon perubahan-perubahan tersebut
4. Identifikasi strategi untuk menghadapi perubahan-perubahan tersebut
5. Memilih strategi yang terbaik berdasarkan kondisi saat ini dan kondisi yang diharapkan
Sedangkan perencanaan strategis berbasis organik merupakan model yang menggunakan cara identik dengan pertumbuhan suatu organisme yaitu adanya proses mandiri dalam internal organisasi secara berkelanjutan melakukan dialog untuk klarifikasi dan artikulasi nilai-nilai organisasi dan cara pencapaian visi; model ini menekankan pada pembelajaran dan refleksi.
Penetapan pilihan strategis dengan pendekatan daya dorong (driving force) melalui lima langkah, meliputi :
1. Mendefinisikan dan menentukan faktor-faktor strategis yang terdiri dari :
a. Faktor-faktor prima, terdiri dari : produk yang ditawarkan, kebutuhan pasar, laba, ukuran/pertumbuhan, teknologi, dan sumber daya manusia
b. Faktor potensial lainnya, yaitu : jasa yang ditawarkan, kebutuhan pelanggan, kemampuan pelayanan, kapasitas produksi/proses pembelajaran, metode distribusi, sumber daya/fasilitas, dan citra sekolah.
2. Menetapkan faktor strategis anda sesuai urutan prioritas
3. Menentukan daya dorong sekolah anda, baik pada saat ini maupun di masa datang
4. Mengidentifikasi perubahan yang harus terjadi apabila terindikasi adanya arah baru menjadi dasar untuk pengembangan strategi di masa depan.
5. Memformulsaikan pernyataan strategi yang menentukan arah yang jelas bagi organisasi anda adalah perkembangan alamiah dari proses ini.

Langkah-langkah dalam melakukan analisis SWOT:
1. Menetapkan OBYEK Kajian secara jelas,apakah DAERAH atau ORGANISASI
2. Menetapkan FOKUS Kajian, yaitu : ISU STRATEGIS dan TUJUAN yang berkaitan dengan Obyek Kajian
3. Mengidentifisir FAKTOR KUNCI / KEADAAN LINGKUNGAN yang berkaitan dengan Isu dan Tujuan
4. Mempelajari data pendukung / referensi dari Lingkungan Internal dan Lingkungan Eksternal, kuantitatip atau kualitatip
5. Menilai Faktor-Faktor kunci apakah termasuk LINGKUNGAN INTERNAL atau LINGKUNGAN EKSTERNAL, yaitu dengan berpedoman pada obyek kajian
6. Menilai Faktor-Faktor kunci ,
-- bila termasuk Lingkungan Internal apakah sebagai KEKUATAN / POTENSI atau KELEMAHAN
-- bila termasuk Lingkungan Eksternal apakah sebagai PELUANG atau ANCAMAN / TANTANGAN

BAB III
GAMBARAN UMUM BIDANG PENDIDIKAN


A. Kondisi Umum Daerah
1. Kondisi Geografis
Kabupaten Banjarnegara terletak pada garis lintang 7o 12’ - 7o 31’ Lintang Selatan dan garis bujur 109 o 20’ 10” – 109 o 45’ 50” Bujur Timur. Dari peta Kaabupaten terlihat bahwa bentuk wilayah Kabupaten Banjarnegara secara sepintas menyerupai bentuk jajaran genjang yang memanjang dari arah barat daya (Kecamatan Susukan) ke arah timur laut (Kecamatan Batur) dengan dataran tinggi Dieng pada ujungnya. Wilayah Kabupaten Banjarnegara seluas 106.970.997 Ha. Daerah relatif datar dengan kemiringan kurang dari 15% hanya 26.325.562 ha (24,61%), sedang daerah kemiringan lebih dari 40% seluas 32.465.698 ha (30.35%)
Batas daerah kabupaten Banjarnegara
1. Sebelah Utara : Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang.
2. Sebelah Barat : Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Banyumas
3. Sebelah Selatan : Kabupaten Kebumen.
4. Sebelah Timur : Kabupaten Wonosobo.
Gambaran topografi Kabupaten Banjarnegara sebagian besar merupakan daerah pegunungan yang berbukit-bukit meliputi dataran rendah, dataran tinggi, kawah-kawah( baik yang masih aktif maupun yang tidak aktif) serta sungai-sungai. Kawah-kawah terletak di dataran tinggi Dieng juga terdapat telaga, candi-candi, dan tenaga panas bumi terletak pada kawasan yang sama. Dataran tinggi Dieng merupakan kawasan wisata andalan Kabupaten Banjarnegara banyak dikunjungi oleh wisataman mancanegara.. Sungai-sungai yang besar adalah Serayu, Tulis, dan Merawu yang dimanfaatkan sebagai Bendungan untuk pengairan sawah dan PLTA yaitu Bendung Panglima Besar Sudirman dan Bendung Tulis. Kondisi tanah cukup subur dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Hasil pertanian yang jadi unggulan padi, sayuran dan buah salak. Sumber daya alam yang lain diantaranya adalah: pasir kwarsa sebagai bahan keramik, batu marmer, asbes, batu ukir, dan tanah liat.

2. Kondisi Demografi
Sasaran pendidikan adalah seluruh masyarakat, untuk itu aspek yang berkaitan dengan dinamika penduduk dan masalahnya akan sangat mempengaruhi pembangunan pendidikan. Di bawah ini disampaikan data demografi penduduk sebagai bahan pertimbangan dalam pembangunan pendidikan.

3. Administrasi Pemerintahan
Sesuai Undang-Undang Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah diberikan otonomi dan tanggungjawab sepenuhnya terhadap pembinaan dan pengembangan daerahnya. Oleh karena itu segala usaha dan kegiatan pembinaan dan pengembangan di bidang pendidikan di Kabupaten harus berada di bawah sepengatahuan dan koordinasi dari Pemerintah Kabupaten Banjarnegara untuk menjaga keserasian dan keterkaitannya dengan sektor lain dalam rangka mencapai sasaran dan tujuan pembangunan daerah yang telah ditetapkan.
Secara administrasi, kondisi Kabupaten Banjarnegara adalah sebagai berikut :

4. Ekonomi
Bidang ekonomi merupakan penggerak utama pembangunan seiring dengan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan diharapkan dapat terbentuk manusia yang berkualitas yaitu manusia yang memiliki kemampuan memanfaatkan, mengembangkan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan untuk mendukung pembangunan ekonomi, sosial budaya dan bidang lainnya. Pada tahun 2005 PAD Kabupaten Banjarnegara sebesar Rp43.886.241.971,-; PDRB Rp4.158.373.764,- penerimaan PBB sebesar Rp24.732.982.539,-; pendapatan per kapita adalah Rp3.944.552,-

5. Sosial Budaya dan Agama
Adat istiadat di Kabupaten Banjarnegara sampai sekarang masih hidup. Terdapat kesenian tradisional yang disebut calung (thek-thek), yaitu suatu alat seni yang terbuat dari bambu, yang dimainkan oleh satu kelompok orang dapat laki-laki atau perempuan.
Mengenai kehidupan keagamaan di Kabupaten Banjarnegara jumlah penduduk beragama Islam sebanyak 893.788 orang, Kristen Protestan sebanyak 2.346 orang, Katolik sebanyak 3,319 orang, Hindu sebanyak 90 orang, dan Budha sebanyak 562 orang. Untuk mengamalkan ibadahnya di dukung oleh 1.448 masjid dan 2.515 mushola, 18 gereja, 2 Pura, dan 3 Wihara.
Kondisi kesehatan masyarakat dapat digambarkan bahwa gizi masyarakat pada umumnya adalah baik, dengan angka harapan hidup 65 tahun, yang didukung oleh Puskesmas sebanyak 34 buah dan rumah sakit sebanyak 4 buah..

6. Transportasi dan Komunikasi
Sarana dan prasarana perhubungan baik transportasi dan komunikasi merupakan sarana untuk memperpendek jarak antara daerah satu dengan yang lain. Transportasi ditujukan untuk memperlancar arus penumpang, barang dan jasa dari satu tempat ke tempat lain, meningkatkan mobilitas penduduk ke tempat tujuan baik dari pedesaan sampai perkotaan, daerah perbatasan sampai ke daerah terpencil, serta kemudahan siswa berangkat ke sekolah.
Tabel 3: Kondisi Jalan

B. Kondisi Pendidikan Saat Ini
Pendidikan di Kabupaten Banjarnegara pada saat ini mengalami perkembangan yang cukup baik, meskipun belum sebanding antara jumlah sekolah yang ada dengan jumlah lulusan yang akan melanjutkan kejenjang sekolah berikutnya. Kondisi pendidikan di kabupaten Banjarnegara dapat dilihat dari berbagai data pokok pendidikan seperti:
1. Data jumlah penduduk usia sekolah
Sumber Daya Manusia, jumlah penduduk usia sekolah di kabupaten Banjarnegara pada tahun 2006 adalah sebagai berikut :
Tabel 4 : Penduduk Seluruhnya, dan Penduduk Usia Sekolah
Kab. BanjarnegaraTahun 2006/2007




Dari tabel 3 diperoleh data bahwa penduduk usia sekolah Kabupaten Banjarnegara terbanyak adalah pada usia penduduk 7-12 tahun (tingkat sekolah dasar) yaitu sebanyak 107.668 orang. Sedangkan tingkat sekolah menengah pertama (usia 13-15 tahun) sebanyak 46.810 orang, sekolah menengah atas/kejuruan (usia 16-18 tahun) sebanyak 65.515 orang.
2. Data jumlah sekolah
Jumlah sarana pendidikan di kabupaten Banjarnegara sebarannya tidak merata khususnya di tingkat SMA/MA/SMK. Data sarana pendidikan di Kabupaten Banjarnegara adalah sebagai berikut ;
Tabel 5 : Jumlah TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK
Di Kabupaten Banjarnegara Tahun 2006/2007

Data jumlah peserta didik
Dari sejumlah sarana pendidikan di atas, belum dapat melayani semua penduduk usia sekolah di masing-masing tingkat pendidikan. Adapun jumlah peserta didik yang tercatat sampai tahun 2006/2007 dari data dinas pendidikan adalah sebagai berikut :

Tabel 5 : Jumlah Peserta didik TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK
Di Kabupaten Banjarnegara Tahun 2006/2007


4. Data jumlah tenaga fungsional
Tabel 7: Data jumlah tenaga fungsional Tahun 2006/2007


5. Hasil yang dicapai
Indikator untuk pencapaian keberhasilannya adalah APM dan APK untuk semua satuan pendidikan.

Tabel 8: data APK dan APM Tahun 2006/2007

Indikator untuk pencapaian keberhasilannya kelulusan dan indeks pencapaian prestasi dalam Ujian Nasional/ Ujian sekolah sesuai jenjang/satuan pendidikan. Pelaksanaan Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2006/2007 di Kabupaten Banjarnegara secara umum berjalan lancar, aman dan tertib yang diikuti oleh SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK tergabung dalam satu rayon yaitu Rayon 04 Kabupaten Banjarnegara dan 6 (enam) sub Rayon dengan rincian sebagai berikut:
1. SMP/MTs terdiri dari 4 sub Rayon yaitu:
1.1. Subrayon 04.01 SMP/MTs dengan lokasi SMP N 1 Bawang
1.2. Subrayon 04.02 SMP/MTs dengan lokasi SMP N 2 Wanadadi
1.3. Subrayon 04.03 SMP/MTs dengan lokasi SMP N 3 Purwareja Klampok
1.4. Subrayon 04.02 SMP/MTs dengan lokasi SMP N 1 Karangkobar
2. SMA/MA terdiri dari 1 (satu) subrayon
2.1. Subrayon 04.01 SMA/MA dengan lokasi SMA N 1 Banjarnegara
3. SMK terdiri dari 1 (satu) subrayon
3.1. Subrayon 04.01 SMK dengan lokasi SMK N 1 Bawang

Tabel 9: Hasil UN dan US Tahun 2006/2007


Visi dan Misi Pembangunan Pendidikan di Banjarnegara
Sebagai arahan dan pedoman dalam mencapai tujuan akhir pada suatu kondisi tertentu, maka ditentukan Visi pembangunan pendidikan sebagai berikut: “Terwujudnya Generasi yang Berkualitas, Beriman dan Bertaqwa di Kabupaten Banjarnegara pada Tahun 2009”.
Adapun untuk memudahkan pengertian Visi tersebut perlu penjelasan sebagai berikut:
1. Berkualitas adalah sesuatu kondisi yang mempunyai kualitas/bermutu, yaitu mempunyai nilai lebih mengenai keilmuan, kecerdasan, kecakapan, kreatif dan kemandirian.
2. Beriman dan bertaqwa adalah sikap mental dan tingkah laku yang didasari keyakinan dan kepatuhan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sedangkan untuk mewujudkan Visi tersebut di atas, ditetapkan Misi sebagai berikut:
1. Meningkatkan profesionalisme para penyelenggara di bidang pendidikan.
2. Meningkatkan sarana dan prasarana yang lebih memadai di bidang pendidikan.
3. Meningkatkan kerjasama stakeholder dalam memajukan pendidikan
4. Meningkatkan peranserta masyarakat di bidang pendidikan
5. Meningkatkan kesejahteraan para penyelenggara pendidikan

D. Faktor internal dan eksternal
1. Faktor internal sebagai daya dukung
1 Tenaga Pendidik
2 Tenaga Kependidikan
3 Perundang-undangan dan Peraturan-Peraturan
4 Jumlah sekolah TK = 519, SD = 866, SLTP = 97, SMA= 13, MA = 12, dan SMK =13
5 Steakholder, Komite sekolah, Dewan Pendidikan, Masyarakat
6 Dana / pembiayaan

2. Faktor internal sebagai penghambat
1 SDM belum memenuhi standart kompetensi
2 Pendidikan belum menjadi kebutuhan
3 Sebagian besar lokasi sekolah menengah berada di dekat kota
4 Anggaran untuk pendidikan dari APBN
5 Sarana prasarana belum memenuhi standart
6 Partisipasi masyarakat masih rendah

3. Faktor eksternal sebagai daya dukung
1 Kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah
2 Sistem Manajemen Mutu (ISO)
3 Information and Comunication Technology (ICT)
4 Transparansi bidang manajemen dan keuangan
5 Kondisi Politik, Ekonomi, Sosial, dan Keamanan
6 Media Masa (Majalah MOP)
7 Organisasi profesi (PGRI), organisasi siswa (OSIS), organisasi kemasyarakatan.
8 Berkembangnya jasa telepon seluler.

4. Faktor eksternal sebagai penghambat
1 Globalisasi di bidang pendidikan
2 Berdirinya sekolah internasional oleh investor asing
3 bencana alam
4 kondisi geografi

E. Perumusan Isu Strategis
Berdasar visi, misi faktor internal dan ekternal strategis perumusan isu strategis permasalahan pendidikan pada Dinas Pendidikan Kabupaten Banjarnegara sebagai berikut :

Dari diagram di atas dapat di buat rincian isu-isu strategis :
1. Rendahnya mutu pendidikan
2. Perangkat teknologi informasi dan komunikasi masih kurang
3. Belum terpenuhinya standart kompetensi guru
4. Keterbatasan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
5. Mutasi pendidik
6. Rendahnya suasana kompetitif antar sekolah
7. Lulusan SMK belum memenuhi standar dunia kerja
8. Lulusan SMA/MA banyak yang tidak melanjutkan
9. Perluasan akses SLB dan sekolah Inklusif
10. Perluasan akses PAUD
11. Pendidikan kecapakan hidup / life skill
12. Pendidikan Keaksaraan pendudk usia >15 th
13. Penambahan USB SMK dan SM
14. Budaya belajar belum terpatri
15. Kondisi ekonomi masyarakat kurang mendukung
16. Lokasi sekolah terlalu jauh
17. Tingginya biaya pendidikan
18. Terbatasnya dana pendidikan
19. Kurangnya sarana prasarana pendidikan yang memadahi
20. Rendahnya angka partisipasi masyarakat

Tujuan
Untuk mengarahkan program agar sejalan dengan visi dan misi, maka dirumuskan tujuan pendidikan sebagai berikut :
1. Meningkatkan keimanan, ketakwaan, etika dan estetika bagi peserta didik;
2. Meningkatkan peranserta, peluasan dan pemerataan kesempatan belajar pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan bagi masyarakat secara adil dan tidak dikriminatif;
3. Meningkatkan daya saing masyarakat dengan menghasilkan lulusan yang bermutu, mampu belajar sepanjang hayat, serta memiliki kecakapan hidup yang dapat membantu dirinya dalam menghadapi berbagai tantangan dan perubahan;
4. Mewujudkan sistem pengaturan dan pengelolaan pendidikan yang semakin efisien, produktif dan demokratis dalam suatu governance yang baik dan akuntabel.

Sasaran
Tujuan yang telah ditetapkan, selanjutnya dijabarkan dalam sasaran-sasaran kinerja sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas keimanan dan ketagwaan serta budi pekerti luhur peserta didik;
2. Meningkatkan peranserta masyarakat dalam pembangunan pendidikan;
3. Meningkatkan kesempatan masyarakat dalam memperoleh pendidikan;
4. Meningkatkan kualitas pendidikan ;
5. Meningkatkan jumlah masyarakat yang gemar membaca;
6. Menurunkan jumlah masyarakat yang buta aksara;
7. Terwujudnya tata kelola pendidikan yang semakin mantap dan terpadu;
8. Terwujudnya pelayanan prima dalam penyelenggarakan pendidikan.

BAB IV
ANALISIS PENYUSUNAN KONSEP STRATEGIS


A. Analisis Kondisi
Pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat di kabupaten Banjarnegara masih belum merata. Sebagai gambaran pada tahun 2006 Angka Partisipasi Murni (APM) rata-rata untuk SD/MI sebesar 92,21 %, APM rata-rata untuk SMP/MTs sebesar 79,61 % dan APM untuk SMA/MA/SMK hanya sebesar 34,57 %. Angka Partisipasi Kasar (APK) rata-rata untuk SD/MI sebesar 103,94 %, APK rata-rata untuk SMP/MTs sebesar 89,61 %, dan APK untuk SMA/MA/SMK hanya sebesar 39,53 %,.
Sarana dan prasarana pendidikan di kabupaten Banjarnegara masih kurang memadai seperti gedung sekolah, alat peraga, buku perpustakaan , laboratorium, belum lagi ruang kelas yang mengalami kerusakan baik karena bencana atau kurangnya perawatan. Gedung sekolah dengan ruang berkondisi baik 40,09 % (194) untuk pendidikan TK, 47,66 % (2485) untuk SD/MI, 90,12 % untuk pendidikan SMP/MTs dan 90,76 % (649) untuk pendidikan SMA/MA/SMK.
Sementara itu kelayakan guru mengajar pada tahun 2006 pada SD dan MI baru mencapai 83,12 %, Guru SMP dan MTs 84,11 %, Guru SMA dan MA, SMK 72,51 %.
Angka putus sekolah pada tingkat SD Negeri 213, pada tingkat SMP negeri 304, SMP Swasta 63, pada tingkat SMA Negeri 57, SMA Swasta 32, MA Swasta 8, pada tingkat SMK Negeri 3, SMK swasta 8.
Kondisi fisik prasarana/gedung sekolah relatif memprihatinkan terutama pada jenjang SD/MI yang mengalami rusak berat sejumlah 1.378 ruang kelas (27,16 %), rusak ringan 960 ruang kelas (18,93%) dari total jumlah ruang SD/MI sebanyak 5.073 ruang kelas. Demikian juga pada tingkat SMP dan SMA/SMK masih banyak ruang kelas yang memerlukan perbaikan .
Persebaran sekolah menengah belum merata SMA baru ada 10 dari 20 kecamatan yang ada, SMK baru ada 5 dari 20 kecamatan. Tingginya tingkat mutasi guru salah satu penyebab adalah tingkat kesejahteraan tenaga guru yang masih rendah sehingga tenaga pendidik lebih memilih sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya untuk mengurangi biaya transportasi.
Pada tahun 2006 Dinas Pendidikan Kabupaten Banjarnegara telah menganggarkan pembiayaan kegiatan sebesar Rp. 34.116.750.000 (Tiga puluh empat mlyar seratus enam belas juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah), dengan realisasi penyerapan sebesar Rp 32.950.528.920 (Tiga puluh dua milyar sembilan ratus lima puluh juta lima ratus dua puluh delapan ribu sembilan ratus dua puluh rupiah) atau 96,58%.

B. Analisis SWOT
Analisa SWOT adalah suatu pekerjaan yang cukup berat karena hanya dengan itu alternatif-alternatif stratejik dapat disusun. Kegagalan menganalisanya berarti gagal dalam mencari relasi dan titik temu antara faktor-faktor stratejik dalam lingkungan internal dan yang terdapat dalam lingkungan eksternal, sambil mencari hubngannya dengan misi, tujuan, dan sasaran organisasi; juga merupakan kegagalan dalam mempersiapkan suatu keputusan stratejik yang baik. Hanya dengan analisis SWOT keputusan-keputusan stratejik yang baik dapat dihasilkan (Salusu:2002).
Diagram berikut menunjukkan mekanisme sistem kerja untuk merumuskan renstra yang kemudian di breakdown menjadi program kerja dinas pendidikan :

Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, dilakukan analisis dan pembobotan unsur internal dan eksternal dikaitkan dengan visi misi dinas pendidikan Kabupaten Banjarnegara. Untuk bobot ditetapkan kontinum antara 10 – 100, sedangkan untuk rating, yang mencerminkan kekuatan pengaruhnya terhadap pendidikan ditetapkan :

5 artinya sangat kuat
4 artinya kuat
3 artinya kurang kuat
2 artinya lemah
1 artinya lemah sekali.
Melalui analisa SWOT ada faktor-faktor penentu keberhasilan yang dirumuskan sebagai berikut :
1. Tersedianya sarana dan prasarana yang cukup memadai bagi penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan.
2. Tersedianya sumber daya pendidikan (pendidik dan tenaga kependidikan) yang sesuai dengan standar kompetensi
3. Terwujudnya manajemen berbasis sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan
4. Penerpapan Sistem Manajemen Mutu (ISO) pada sekolah
5. Partisipasi masyarakat termasuk dunia usaha/industri dalam proses pembangunan pendidikan
6. Pendirian unit sekolah baru (USB) SMK
7. Pengendalian mutasi guru
8. Terwujudnya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah di lingkungan Dinas Pendidikan.
Tujuan strategik selanjutnya ditetapkan berdasarkan faktor-faktor penentu keberhasilan yang telah dirumuskan. Sedangkan sasaran strategik yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari proses perencanaan stratejik yang dirumuskan untuk masing-masing tujuan.

C. Rencana Strategi Dinas Pendidikan Kabupaten Banjarnegara
Sesuai dengan analisis kondisi faktor internal dan eksternal, dalam rangka mewujudkan visi dan menjalankan misi Dinas Pendidikan Kabupaten Banjarnegara tersebut di atas ditempuh strategi, yaitu :
1. Tersedianya dana pendidikan yang cukup dari APBD
2. Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan
3. Peningkatan kualitas SDM
4. Akuntabilitas kinerja lembaga pendidikan
5. Pemenuhan sarana dan prasaran pendidikan
6. Pelatihan peningkatan kompetensi guru
7. perekrutan guru baru sesuai standar kompetensi
8. pemanfaatan teknologi informasi untuk memajukan pendidikan
9. Melibatkan masyarakat dalam pengawasan pendidikan
10. Manajeman pembiayaan pendidikan
11. .Penambahan sarana prasarana pendidikan
12. Memberikan beasiswa kepada guru untuk meningkatkan jenjang pendidikannya
13. Pengendalian mutasi guru
14. Sosialisasi program PLS kepada masyarakat yang putus sekolah
15. Terwujudnya MBS dalam pendidikan
16. Pemberdayaan PLS bagi masyarakat
17. Peningkatan pendidikan non formal
18. pemetaan pendidikan
19. pencitraan pendidikan
20. Partisipasi DU/DI dalam pendidikan
21. Pemberdayaan masyarakat pada kegiatan kewirausahaan

BAB V
PENETAPAN PROGRAM DAN KEGIATAN


A. Proses Penyusunan Program dan Kegiatan
Untuk menetapkan program dan kegaitan dapat dilaksankan melalui kegiatan awal penyusunan oleh Dinas Pendidikan, kedua hasilnya dimusyawarahkan bersama kepala sekolah, komite sekolah, dewan pendidikan, dunia usaha/kerja, anggota dewan dan tokoh masyarakat..

B. Program dan Kegiatan
Setelah tersusun rencana strategis Dinas Pendidikan Kabupaten Banjarnegara dijabarkan lebih lanjut ke dalam sejumlah program. Program adalah merupakan suatu rencana besar kegiatan yang akan dilaksanakan dalam upaya mencapai tujuan. Didalam setiap program terbagi sejumlah kegiatan yang memiliki kesamaan perspektif dikaitkan dengan maksud, tujuan dan karakteristik program.
1. Peningkatan mutu pendidikan dan profesionalisme guru
Program Kerja I : Pengadaan dan peningkatan kualitas guru
Kegiatan a. Mengusulkan pengadaan guru melalui seleksi berdasarkan kompetensi
b. Penyetaraan guru berijazah PGSD/D2, D3 ke S1
c. Mengirim dan menyelenggarakan bimbingan teknis, pelatihan berskala nasional maupun regional (Provinsi/Kabupaten)
d. Mengirim guru SMK untuk mengikuti kegiatan magang
e. Menyelenggarakan seminar peningkatan kualitas guru
f. Pengembangan sistem pendataan dan pemetaan pendidik dan tenaga kependidikan
g. Pelaksanaan sertifikasi pendidik
h. Mengikutsertakan guru dalam lomba karya ilmiah atau inovasi pembelajaran
i. Pelatihan komputer dan internet untuk pembelajaran E-Learning
j. Seleksi kepala sekolah
k. Peningkatan kesejahteraan guru
l. Pemberdayaan tenaga pendidik non formal

Program Kerja II : Peningkatan mutu pembelajaran
Kegiatan a. Pengawasan ke sekolah secara rutin
b. Pemberdayaan guru melalui KKG, MGMP
c. Pengembangan kurikulum (KTSP) yang mampu mengolah potensi lokal
d. Menyelenggarakan kompetisi antar sekolah-sekolah secara ketat dan berkesinambungan
e. Peningkatan kemampuan SMK untuk menciptakan alat/mesin produksi/pengolah hasil pertanian, perkebunan dan perikanan.
f. Seleksi guru dan siswa berprestasi
g. Mengadakan lomba mata pelajaran
h. Pengadaan tenaga laboran dan maintenance pemeliharaan alat

Program Kerja III : Pembinaan teknis pembelajaran
Kegiatan a. Pemantauan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
b. Pembinaan personil pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
c. Pemantauan dan evaluasi administrasi pembelajaran
d. Pemanfaatan media pendidikan
e. Peningkatan jaringan akses internet
f. Mengadakan lomba mata pelajaran
g. Pengembangan bahan ajar dan model pembelajaran
h. Pemberdayaan unit produksi SMK
i. Peningkatan pelaksanaan pendidikan sistem ganda
j. Perintisan pendidikan sistem ganda di luar negeri
k. Pengefektifan kegiatan studi banding dan karya wisata

Program Kerja IV : Pengadaan sarana dan prasarana
Kegiatan a. Pembangunan laboratorium bahasa dan komputer pada tingkat SD, SMP, SMA dan SMK
b. Pengadaan buku pelajaran siswa dan pegangan guru
c. Peningkatan jumlah bahan pustaka dan buku bacaan
d. Penyelenggaraan bursa buku
e. Pengadaan alat olah raga
f. Pengadaan alat praktek dan peraga siswa
g. Pembangunan bengkel untuk SMK
h. Pemberian bantuan modal kewirausahaan
i. Pembangunan dan rehabilitasi gedung sekolah

2. Pelayanan Pendidikan dengan Penerapan Sistem Manajemen Mutu (SMM)
Program Kerja I : Peningkatan Effisiensi Penggunaan Sumber Daya Manusia
Kegiatan a. Pelatihan administrasi sekolah bagi staf tata usaha
b. Pemberdayaan guru wiyata bakti
c. Pelatihan komputer dan internet bagi staf tata usaha
d. Pemberian kesejahteraan bagi guru di daerah terpencil
e. Sosialisasi pelaksanaan MPMBS
f. Monitoring pelaksanaan MPMBS
g. Peningkatan disiplin pegawai
Program Kerja II : Peningkatan profesional manajemen sekolah
Kegiatan a. Pelatihan manajemen kepala sekolah
b. Pemberdayaan pengurus dan anggota MKKS
c. Bimbingan dan pembinaan pengurus Komite Sekolah
d. Penilaian Kinerja Sekolah
e. Penerapan Sistem Manajemen Mutu pada sekolah berstandar nasional dan berstandar internasional
f. Pemetaan sekolah (school mapping)

3. Akses dan pemerataan pendidikan
Program Kerja I : Meningkatkan daya tampung
Kegiatan a. Membangun Unit Sekolah Baru SMK
b. Menambah ruang kelas baru SMP dan SMK
c. Pengelolaan kelas jauh dengan pemberdayaan gedung SD yang tidak terpakai.
d. Pengelolaan SMP Terpadu (SD dan SMP satu atap)
e. Pengembangan pendidikan keaksaraan
f. Pemberian bea siswa bagi anak berprestasi
g. Pemberian bea siswa SD/MI, MTs, SMA, MA, SMK bagi anak dari keluarga miskin
h. Pemberdayaan SMP Terbuka
i. Penataan lembaga pendidikan non formal
Program Kerja II : Mengantisipasi angka drop out
Kegiatan a. Pemberian bea siswa
b. Menambah jumlah orang tua asuh
c. Mengintensifkan kelompok Paket Kejar A, B dan C
Program Kerja III : Menyadarkan tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan
Kegiatan a. Rapat koordinasi dan Sosialisasi Program Pendidikan
b. Pemantapan dan evaluasi MBS
c. Penggalangan dana dekonsentrasi
d. Memberdayakan Komite Sekolah
e. Sosialisasi keberadaan sekolah swasta
f. Pembinaan administrasi terhadap sekolah swasta
g. Menjaring orang tua siswa yang mampu untuk saling membantu


Waos selajenge......

Selasa, 01 Juli 2008

Tugas Teori Lokasi Dan Pola Ruang

ANALISIS DAYA TARIK LOKASI DENGAN MODEL GRAVITASI HANSEN
(Contoh Lokasi Industri Kecil di Kabupaten Banjarnegara)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara geografis wilayah Kabupaten Banjarnegara terletak antara 7º12’ - 7º31’ Lintang Selatan, dan antara 109º20’10” - 109º45’50” Bujur Timur. Bila dilihat pada peta Kabupaten terlihat bahwa bentuk wilayah Kabupaten Banjarnegara secara sepintas menyerupai bentuk jajaran genjang yang memanjang dari arah barat daya (Kecamatan Susukan) kearah timur laut (Kecamatan Batur) dengan dataran tinggi Dieng pada ujungnya.
Wilayah Kabupaten Banjarnegara seluas 106.970,997 Ha. Daerah datar dengan kemiringan kurang 15 % hanya 26.325,562 ha atau 24,61 % dari luas wilayah kabupaten, sedang daerah dengan kemiringan lebih lebih dari 40 % seluas 32.465,698 ha atau 30,35 % dari luas wilayah. Area dengan kemiringan terjal ini oleh penduduk masih dimanfaatkan sebagai kawasan budidaya dengan pengolahan secara tradisional.
Penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Banjarnegara didominasi oleh penggunaan pertanian lahan kering (31,23%). Kondisi ini dikarenakan kondisi alam lingkungan khususnya topografi yang berbukit-bukit sehingga menyulitkan untuk pembangunan jaringan irigasi. Luas area hutan hanya kira-kira seperdua dari luas lahan yang kemiringannya lebih dari 40 %. Lahan sawah subur cenderung berkurang dimanfaatkan sebagai daerah terbangun. Persebaran penduduk tidak merata. Konsentrasi penduduk terjadi pada daerah-daerah tertentu yang potensial untuk mempertahankan hidup dan mengembangkan kehidupannya. Secara umum dan aspek kependudukan wilayah Kabupaten Banjarnegara merupakan wilayah pedesaan (rural). Pada bagian sebelah barat terdapat 4 kecamatan yang memiliki pertumbuhan ekonomi dan sosial cukup baik karena wilayah tersebut merupakan jalur utama menuju Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga dan Kota Purwokerto.
Dalam perencanaan wilayah ada beberapa analisis yang harus dilakukan sebelum memutuskan wilayah tersebut akan dibangun fasilitas tertentu. Salah satu analisis tersebut menggunakan model gravitasi sebagai cara untuk menentukan daya tarik antar wilayah. Model gravitasi terdiri dari beberapa macam seperti model gravitasi hansen atau model potensial lahan, model gravitasi dengan pembatas tunggal dan model gravitasi dengan pembatas ganda.
Pada kesempatan ini penulis akan mencoba memilih mengaplikasikan Model Gravitasi Hansen untuk menganalisis daya tarik lokasi di 4 Kecamatan yaitu Kecamatan Susukan, Purworejo Klampok, Mandiraja, dan Purwonegoro. Hal ini dikarenakan kecamatan Susukan memilik indusri kecil pembuatan gula jawa (merah) dan pembuatan batik, kecamatan Purworejo Klampok terdapat industri kecil pembuatan keramik, kecamatan Mandiraja terdapat kerajinan anyaman bambu, kecamatan Purwonegoro memiliki banyak usaha perikanan air tawar dan pasar ikan.

B. Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas ternyata masing-masing kecamatan memiliki daya tarik atau keunggulan yang lainnya maka permasalahan yang muncul dan hal-hal yang terkait dengan analisis model gravitasi Hansen tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
”Apakah Lokasi Industri Dapat Menjadi Daya Tarik Pergerakan Masyarakat Di Sekitarnya”.

BAB II
LANDASAN TEORI DAN DATA

A. Landasan Teori
1. Pendahuluan Teori Model Gravitasi
Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah dan perencanaan aktivitas pada ruang wilayah. Perencanaan pembangunan wilayah sebaiknya menggunakan pendekatan sektoral dan pendekatan regional. Pendekatan sektoral biasanya less-spatial (kurang memperhatikan aspek ruang secara keseluruhan), sedangkan penedekatan regional lebih bersifat spatial dan merupakan jembatan untuk mengaitkan perencanaan pembangunan dengan rencana tata ruang.(Tarigan:35). Karena di dalam pengembangan wilayah penggunaan lahan dan sistem pergerakan manusia yang dijadikan kajian maka perencana harus terlebih dahulu memperhatikan daya tarik lokasi tersebut. Dan salah satu model yang banyak digunakan untuk menganalisa perencanaan pengembangan wilayah adalah model gravitasi. Model ini dapat membantu para perencana wilayah untuk memperkirakan daya tarik suatu lokasi dibanding dengan lokasi lain di sekitarnya.
Menurut Tarigan (2006:147) model gravitasi yang digunakan untuk menganalisa daya tarik suatu lokasi dapat juga digunakan untuk memperkirakan besarnya arus lalulintas pada jalan tertentu, menaksir banyaknya perjalanan (trip) antara dua tempat (berdasarkan daya tarik masing-masing tempat), banyaknya pemukim untuk lokasi tertentu (berdasarkan daya tarik masing-masing pemukiman), banyaknya pelanggan untuk suatu kompleks pasar (berdasarkan daya tarik masing-masing pasar), banyak murid sekolah untuk masing-masing lokasi (berdasarkan daya tarik masing-masing sekolah untuk jenjang dan kualitas yang sama), banyaknya masyarakat yang berobat pada berbagai lokasi tempat berobat (berdasarkan daya tarik masing-masing tempat berobat dengan kualitas yang sama). Dan model ini juga banyak digunakan untuk perencanaan transportasi untuk melihat besarnya arus lalulintas ke suatu lokasi sesuai daya tarik lokasi tersebut. Dengan demikian dapat diperkirakan volume arus lalu lintas dan lebar jalan yang perlu dibangun sesuai volume jalan tersebut.

2. Model Gravitasi Hansen atau Model Potensial Lahan
Dalam perencanaan wilayah model gravitasi yang pertama kali digunakan adalah model gravitasi yang dikembangkan oleh W.G Hansen. Model ini berkaitan dengan prediksi lokasi dari pemukiman penduduk berdasarkan daya tarik masing-masing lokasi. Model ini didasarkan pada asumsi bahwa tersedianya lapangan kerja, tingkat aksesibilatas,dan adanya lahan perumahan yang masih kosong, akan manarik penduduk berlokasi ke subwilayah tersebut.
Sekali lagi menurut Tarigan (2005:156) yang mengutip pendapat Lee, model ini tidak persis sama dengan model gravitasi karena tidak didasarkan atas saling interaksi antarsubwilayah (zona), melainkan tiap subwilayah destination dianggap memiliki daya tarik tersendiri dan bagaimana suatu kegiatan dari keseluruhan wlayah bereaksi terhadap daya tarik tersebut. Artinya origin tidak diperinci per subwilayah hanya destination yang diperinci per subwilayah. Hansen mula-mula menggabung jumlah lapangan kerja dan kemudahan mencapai lokasi sebagai accessibility index (indeks aksesibilitas). Secara umum indeks aksesibilitas adalah adanya unsur daya tarik yang terdapat di suatu subwilayah dan kemudahan untuk mencapai subwilayah tersebut.
Menurut Hansen accessibility index adalah faktor utama dalam menentukan orang memilih lokasi tempat tinggalnya. Accessibility index dihitung dengan persamaan (Lee,1973:72):
Ej
Aij =
dij

Keterangan :
Aij = Accessibility index daerah i terhadap daerah j
Ej = Total lapangan kerja (employment) di daerah j
dij = Jarak antara i dan j
b = pangkat dari dij

Indeks yang diperoleh adalah daya tarik satu subwilayah j ditinjau dari sub wilayah i, apabila daya tarik seluruh subwilayah diperhitungkan /digabungkan maka rumusnya menjadi :
n Ei
Ai = Σ
j=1 dbij

Selain indeks aksesibilitas, adanya lahan kosong dan tersediannya fasilitas lainnya adalah merupakan unsur daya tarik lain yang harus diperhatikan, untuk berlokasi di subwilayah tersebut. Lahan kosong ini oleh Hansen dinamakan holding capacity. Perlu diingat pengertian lahan kosong di Indonesia adalah lahan yang cocok untuk pemukiman penduduk. Lahan kosong yang tidak sesuai dengan pemukiman penduduk harus dikeluarkan dari perhitungan ini, misalnya lahan yang kemiringannya diatas 30°, daerah rawa-rawa, daerah yang sering banjir, sawah beririgasi teknis, badan jalan, sungai, drainase, dan lahan yang sudah diperuntukan untuk tujuan tertentu, misalnya perkantoran, kompleks militer, kawasan industri, lapangan olahraga, dan pariwisata. Gabungan accessibility index dan holding capacity adalah potensi pengembangan daerah tersebut.
Potensi pengembangan daerah i (disingkat Di) adalah Di = Ai Hi
Keterangan :
Ai = accessibility index
Hi = Holding capacity
Untuk mengetahui daya tarik subwilayah tersebut, potensi pengembangan subwilayah tersebut harus dibandingkan dengan daya tarik keseluruhan wilayah :
Ai Hi

n
Σ Ai Hi
J = 1
Untuk menghitung pertambahan penduduk untuk kota itu secara keseluruhan adalah Gt maka tanbahan penduduk yang akan berlokasi di daerah i adalah:
(Ai Hi) Di
Gi = Gt atau Gt
n n
Σ Ai Hi Σ Di
j=1 j=1


Keterangan :
Di = Ai Hi
Gt = Tambahan penduduk di seluruh wilayah
Gi = Tambahan penduduk di daerah i
Dalam model hansen origin (Oi) dianggap satu kesatuan, artinya tidak dilihat dari subwilayah mana asalnya tambahan penduduk itu, dan tambahan penduduk ini didistribusikan ke berbagai subwilayah yang ada.
B. Data Luas Kecamatan, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Banjarnegara
Kabupaten Banjarnegara yang memiliki 20 kecamatan dan pada tahun 2007. Data-data yang disiapkan untuk menganalisis adalah jumlah penduduk, luas kecamatan, jumlah sekolah, jumlah tenaga medis, luas lahan kosong, jarak tempuh (menit) dan proyeksi lapangan kerja total untuk tahun 2011(perencanaan untuk 5 tahun).

BAB III
PERHITUNGAN DAN ANALISIS MASALAH

A. Perhitungan Daya Tarik (Accessibility Index)
Dari data kajian teori dan data yang disajikan pada bab sebelumnya bahwa ada 4 kecamatan sebagai obyek analisis yaitu kecamatan Susukan, Purworejo Klampok, Mandiraja dan Purwonegoro. Maka dapat diasumsikan bahwa kecamatan Susukan sebagai subwilayah A , Purworejo Klampok subwilayah B, Mandiraja subwilayah Cdan Purwonegoro subwilayah D.
Untuk menganalsis daya tarik antar kecamatan dapat memasukkan kondisi keempat kecamatan tersebut pada tahun 2006 sebagai berikut.

Waos selajenge......

Rabu, 25 Juni 2008

LAPORAN HASIL STUDI S2

Daftar Hasil Studi MTPWK UNDIP TAHUN AKADEMIK 2007/2008
Nama : Drs. GUSPRIANTO
NIM : L4D007067
Konsentrasi Perencanaan Pendidikan





Waos selajenge......

KOMPETENSI


LULUS UJI KOMPETENSI DAN SERTIFIKASI PENDIDIK Pada tanggal 3-5 Maret 2006 mengikuti Uji Kompetensi dengan hasil LULUS dengan nomor sertifikat: 751124115.10002752.2006 di LPMP Jawa Tengah yang diselenggarakan BKSP Jawa Tengah dan ISI Semarang. Pada tanggal 9 s/d 11 Nopember 2007 mengikuti Sertifikasi Pendidik BERHASIL LULUS UJI PORTOFOLIO DENGAN SKOR 875.5, Yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Yogyakarta

Waos selajenge......

Rabu, 18 Juni 2008

Bacalah Al-Qur'an

Dari Abu Musa Al-Asy'arit berkata,Rasulullah bersabda:"Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al Qur'an bagaikan buah limau baunya harum dan rasanya lezat. Dan perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Al Qur'an bagaikan kurma rasanya lezat dan tidak berbau. Dan perumpamaan orang munafik yang membaca Al Qur'an bagaikan buah raihanah yang baunya harum rasanya pahit, dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al Qur'an bagaikan buah hanzhalah tidak berbau dan rasanya pahit" (HR Attirmidz.
Manusia yang terbaik. Nabi bersabda:"Sebaik-baik kalian yaitu orang yang mempelajari Al Qur'an dan mengajarkannya." (HR. Bukhari).
Dikumpulkan bersama para Malaikat "Orang yang membaca Al Qur'an dan ia mahir dalam membacanya maka ia akan dikumpulkan bersama para Malaikat yang mulia lagi berbakti.

ISTIGHFAR
Istighfar adalah manifestasi kepatuhan kepada perintah ALLAH, (QS. Ali Imron:133)
Istighfar adalah salah satu faktor Pembawa Rezeki (QS. Nuh:10:12)
Istighfar adalah jalan untuk Masuk Surga
Istighfar adalah sebab diampuninya dosa dan kesalahan (QS. An Nisa:110)
Istighfar adalah sarana memperoleh Kebersihan Hati (QS. Al Muthoffin:14)
Istighfar adalah sarana memperoleh Kesehatan dan Kekuatan (QS.Hud:52)

Gunakan anugerah waktu kita untuk selalu menampilkan karya hebat yang bermanfaat untuk masyarakat, sebelum datang 5 hal yang lain, yaitu:
1. Sehat sebelum sakit
2. Kaya sebelum miskin
3. Muda sebelum tua
4. Lapang sebelum sempit
5. Hidup sebelum mati

Dalam sebuah hadits Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam menggolongkan manusia ke dalam tiga kelompok (1) golongan orang yang merugi yaitu orang yang keadaan dirinya hari ini sama dengan kemarin, tidak ada peningkatan; (2) golongan orang celaka yaitu orang yang keadaannya lebih buruk dari hari sebelumnya; (3)golongan orang yang hari ini keadaannya selalu lebih baik dari sebelumnya.

Ada beberapa tips agar shaum berkualitas, diantaranya:
1. Mendawamkan doa yang dicontohkan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam sedari Rajab dan Syaban.
2. Mempersiapkan diri dengan menggali ilmu tentang Ramadhan yang penuh berkah.
3. Mengevaluasi kualitas Ramadhan yang dilakukan tahun lalu kalau perlu dicatat apa saja yang belum maksimal.
4. Membuat perencanaan yang matang untuk mencapai tujuan dan untuk menunjang hal itu sebaiknya dibuat agenda mulai minggu pertama sampai minggu terakhir.
5. Bertekad sekuat tenaga untuk komitmen dengan apa yang telah direncanakan dan tidak tergoda dengan aktivitas spontan yang sebetulnya tidak urgen dilakukan, dan itu biasanya timbul karena hawa nafsu yang menggoda.
6. Senantiasa memohon kepada Allah SWT agar selalu memberi kekuatan untuk tetap istiqomah dengan apa yang di'azamkan


HIASI HARI-HARI KELUARGA KITA UNTUK SENANTIASA SALING MEMAAFKAN DAN MEMOHON AMPUNAN KEPADA ZAT YANG MAHA AGUNG ALLAH SWT.




Waos selajenge......